Cerita dewasa Nafsu Birahi Gadis-gadis Pecinta Alam, Namaku Son, mahasiswa semester III, tinggiku 168 cm dan berat 58 kg.
Kejadian ini terjadi pada waktu aku melakukan pendakian gunung Lawu bersama teman-temanku. Lokasiku saat itu berada dekat base camp pertama kearah pendakian gunung Lawu. Aku sedang beristirahat sendirian disini. Tadi malam aku bersama teman-temanku 5 orang sudah melakukan pendakian menuju puncak Lawu dan telah berhasil mencapai puncak Lawu jam 6 pagi tadi.
Sekarang dalam perjalanan pulang, sementara teman-temanku sudah pada turun gunung semua. Kuputuskan untuk beristirahat sebentar di base camp pertama ini sambil mendirikan tenda, biar nanti agak sorean aku turun sendiri menuju pos kami yang dekat dengan rumah penduduk sekitar gunung Lawu ini. Cerita dewasa terbaru hanya ada di sexceritadewasa.com.
Sore itu pukul 15.10 WIB, aku baru saja selesai menyeduh kopi instanku, ketika tiba-tiba dari arah semak belukar arah barat muncul 2 orang cewek dengan baju dan kondisi acak-acakan.
”Halo Mas?” sapa salah satu cewek itu padaku.
Cewek yang kutaksir berusia 18 tahun kelihatannya anak SMA, rambutnya pendek seperti aktris Agnes Monica. Sedangkan temannya yang satu berambut panjang sebahu mirip-mirip bintang sinetron Bunga lestari.
”Halo juga” jawabku menyembunyikan kekagetanku karena munculnya yang tiba-tiba, sempat terpikir ada setan atau penunggu gunung ini yang mau menggodaku.
”Loh, dari mana, kok berduaan aja?” tanyaku coba berbasa-basi.
”Iya, kita tadi misah dari rombongan, terus nyasar..” jawab cewek itu sambil duduk di depanku.
”Boleh minta minum gak? Kita haus sekali, sudah 5 jam kita jalan muter-muter gak ketemu jalan sama orang” lanjutnya kemudian.
Aneh juga pikirku, padahal perasaanku dari tadi pagi, sering sekali aku berpapasan dengan orang-orang atau rombongan pecinta alam.
”Ada juga air putih, tuh di botol atau mau kopi, sekalian aku buatin?” jawabku.
Cewek yang berbicara denganku tadi ini tidak menjawab pertanyaanku, tapi langsung menghampiri botol minum yang kutunjukan dan segera meminumnya dengan terburu-buru, sedangkan temannya yang satu lagi hanya memperhatikan dan kemudian meminta botol minumku dengan santun.
Kuperhatikan saja tingkah mereka, cewek-cewek muda ini cakep juga khas ABG kota, tapi saat itu mukanya kotor oleh debu dan keringat, kaosnya cuma ditutupi jaket kain, celana jeans dan sepatu olah raga warna hitam, ini sih mau piknik bukan mau naik gunung, abis gak bawa bekal atau peralatan sama sekali.
Mereka minum terus sampai puas kemudian tiduran disamping kompor parafin yang sedang kugunakan untuk memasak air.
”Mas namanya siapa?” tanya cewek yang berambut pendek.
”Namaku Adek sedangkan ini temenku Lina” katanya lagi.
”Namaku Son” jawabku pendek sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
”Ada makanan gak, Mas? Adek laper banget nih..” tanya Adek tanpa basa basi kepadaku yang sedang memperhatikannya.
”Ada juga mie kalo mau, sekalian aja masak mumpung airnya mendidih” jawabku.
Ternyata Adek tidak mau masak sendiri, dia terus berbaring dan minta tolong padaku untuk dimasakin mie.
”Wah kamu ini manja banget ya? Kenal aja barusan tapi udah nyuruh-nyuruh?” godaku pada Adek.
”Tolong deh Mas.. Adek capek banget” “Nanti gantian deh..” rayu Adek padaku.
”Gantian apa ya? Emang nanti kamu mau masak mie lagi? Bayarnya pake pijet aja ya?” godaku lebih lanjut.
”Maunya tuh.. tapi bereslah..” jawab Adek cuek sambil memejamkan matanya.
Kuperhatikan Lina, tapi dia ternyata diam saja, dan hanya mengangguk kecil ketika kutawarkan mie. Sementara aku masak mie instan, Adek kemudian bercerita kisahnya sampai dia dan Lina tersesat berduaan di tengah gunung Lawu ini. Adek berangkat bersama serombongan pecinta alam SMAnya jam 10 siang tadi. Rencananya malam nanti Adek dan rombongan akan mendaki gunung Lawu, tapi waktu menuju base camp kedua, perut Lina sakit, sehingga Adek menemani Lina mencari tempat untuk buang hajat, tetapi setelah selesai ternyata mereka tertinggal dan terpisah dari rombongan.
Setelah mienya siap segera saja pancinya kuberikan pada mereka untuk segera disantap. mMsih saja Adek protes kok tidak ada piringnya.
”Emangnya ini di warung” kataku cuek sambil tersenyum kearah Lina.
Lina hanya tersenyum tipis dengan bibir gemetar.
”kamu sakit ya Lin?” tanyaku.
”Nggak Mas hanya kedinginan” katanya pelan.
”Butuh kehangatan tuh Mas Son” potong Adek sekenanya.
Wah kaget juga aku mendengar celoteh Adek yang terkesan berani. Kuperhatikan keadaan sekitar yang sudah mulai berkabut dan langit gelap sekali. Waduh jangan-jangan sudah mau hujan. Segera saja kubereskan peralatanku.
”Masih pada kuat jalan nggak?” tanyaku pada 2 orang cewek ini.
”Nanti kalau disini hujan, bisa basah semua.. Mending kalo masih bisa jalan kita cepat turun agar nggak kehujanan” lanjutku.
Baru saja selesai aku bicara, tiba-tiba ada kilatan petir disusul dengan suaranya yang keras.
”Duer!!”
Disusul dengan tiupan angin yang kencang membawa rintik-rintik air hujan.
”Nah lo.. benerkan, telat deh kalo kita mau nekat turun sekarang” kataku sambil mematikan kompor parafinku.
”Ya udah, cepet masuk tenda sana, cuaca lagi nggak bersahabat nih, bakal hujan deres disini!” perintahku sambil membereskan peralatanku yang lain karena hujan sudah mulai turun.
Aku, Adek, dan Lina segera berdesak-desakan di dalam tenda kecil parasut, sementara hujan semakin deras disertai bunyi angin yang keras, segera aku memasang lampu kemah kecil yang biasa kubawa kalau aku naik gunung. Lumayanlah cahayanya cukup untuk menerangi di dalam tenda ini. Sementara kurasa hari menjelang maghrib, dan hujan masih saja turun walau tidak deras.
Adek dan Lina duduk meringkuk berdampingan dihadapanku sambil tangannya mendekap kaki.
”Kamu masuk aja ke sleeping bag itu, kelihatannya kok kamu kedinginan sekali” saranku pada Lina yang mulai menggigil kedinginan.
”Tapi copot sepatunya” lanjutku kemudian.
Lina diam saja, tapi menuruti saranku. Akhirnya Adek dan Lina tiduran berhimpitan di dalam sleeping bag sambil berpelukan.
Kuperhatikan saja tingkah mereka berdua,
”Hei kalian pada ngomong dong, jangan diem aja. Jadi serem nih suasananya” ucapku pada Adek dan Lina.
”Mas Son gak kedinginan..” tanya Lina tiba-tiba.
”Ya dingin to, siapa juga yang nggak kedinginan di cuaca seperti ini?” jawabku apa adanya.
”Kalian enak berduan bisa berpelukan gitu.. gak adil” kataku mencoba bercanda.
”Ya Mas Son sini to, kita berpelukan bertiga” kata Adek pendek, tak ada nada bercanda dalam nada omongannya.
”Waduh, gak salah denger nih?” pikirku.
Tak akan ada kesempatan kedua kalau hal ini kutanyakan lagi.
”Ya udah, kalian geser dong. aku mau di tengah biar hangat” kataku cuek sambil membuka resleting sleeping bagku.
Tidak sempat kuperhatikan ekspresi Lina atau Adek karena keadaannya yang remang-remang. Aku merebahkan diri diantara dua cewek yang baru kukenal ini, tak ada kata-kata atau komentar apapun, kulingkarkan kedua tanganku kepada Adek di sebelah kiri dan Lina disebelah kanan. Walau awalnya aku merasa canggung tapi setelah kunikmati dan merasakan dua tubuh hangat mendekapku dan akupun merasa nyaman sekali. Kepala Adek dan Lina bersamaan rebah di dadaku. Kurasakan deru nafas yang memburu dari keduanya dan dariku juga.
”Badan Mas Son hangat ya Lin?” kata Adek pelan seraya tangannya melingkar kebawah dadaku dan kakinya naik menimpa kakiku, barangkali Adek lagi membayangkan aku seperti gulingnya kalau dia pas lagi mau tidur.
”Iya tadi Lin takut sekali, sekarang dipeluk sama Mas Son, Lin jadi nggak takut lagi” jawab Lina pelan sambil mengusap kepalanya di dadaku.
Samar-samar tercium bau wangi dari rambutnya. Kemudian darahku terasa terkesiap saat lutut Adek entah disengaja atau tidak menyenggol burungku.
”Ehm..” aku hanya bisa berdehem kecil ketika kurasa hal itu ternyata mendorong birahiku naik.
Waduh, pikiranku langsung ngeres, rugi juga ya kalau kesempatan selangka seperti ini kusia-siakan, minimal harus ngelaba sesuatu nih..
Iseng-iseng tangan kiriku yang masih leluasa kuberanikan memeluk tubuh Adek mulai meraba-raba kebagian daerah buah dada Adek.
”Ehm..” Adek ternyata hanya berdehem pelan.
Akupun mulai berani meningkatkan aksiku lebih lanjut, aku mencoba meremas lembut susunya. Ternyata Adek hanya diam, dia hanya mendongakkan mukanya menatapku, sambil tangannya juga meraba-raba dan mengelus-elus dadaku. Kucoba mencium rambutnya lalu kukecup kening Adek, sementara tanganku terus meremas-remas susunya dengan tempo agak cepat.
”Aah.. Mas Son” suara Adek terdengar lirih.
”Ada apa Dek?” tanyaku pelan melihat Lina sudah mulai curiga dengan aktivitas yang kulakukan.
”Kamu masih kedinginan ya?” kataku lagi sambil menggeser tubuhnya agar lebih naik lagi.
Sementara tanganku jadi lebih leluasa menelusup ke dalam balik jaketnya dan membuka pengait BHnya yang masih tertutup dengan kaos luarnya. Adek hanya diam saja saat kulakukan hal itu, bahkan saat tanganku sudah sempurna merengkuh susunya dibalik BHnya. Dia menggigit kecil dadaku.
”Ah.. Mas Son..” katanya parau dengan tidak memperdulikan ekspresi Lina yang kebingungan.
Saat kupermainkan puting susunya, tiba-tiba Adek bangkit.
”Mas Son, Adek ma.. masih kedinginan” kata Adek dengan bergetar sambil menghadapkan mukanya ke wajahku sehingga jarak muka kami begitu dekat.
Kurasakan nafasnya memburu mengenai wajahku. Aku hanya bisa diam tercekat ketika Adek mulai menciumi mukaku dengan tidak beraturan, mungkin karena gelap hampir semuanya kena diciumnya. Kurasakan lagi kaki Adek sudah melakukan gerakan yang teratur menggesek-gesek ******ku naik dan turun. Tanpa sadar akupun membalas ciuman Adek, hingga akhirnya bibir kami bertaut. Dengan penuh nafsu Adek mengulum bibirku sambil lidahnya terjulur keluar mencari lidahku. Setelah didapatnya lidahku, dihisapnya dengan kuat sehingga aku sulit bernafas.
”Gila nih, cewek ABG sudah pintar french kiss” ucapku dalam hati.
Tanpa sadar tangan kananku mencengkram pundak Lina.
”Mas sakit Mas pundak Lina” kata Lina tiba-tiba yang menghentikan aktivitasku dengan Adek.
”Oh maaf Lin” jawabku dengan terkejut.
Kuperhatikan ekspresi Lina yang bengong melihatku dengan Adek. Tapi rasa tidak enakku segera hilang karena ternyata Adek tidak menghentikan aktivitasnya, dia tampaknya cuek aja dengan Lina, seakan menganggap Lina tidak ada. Adek terus menciumi telinga dan leherku.
”Mas Son, Adek jadi pengen.. Adek jadi BT, birahi tinggi” kata Adek lirih di telingaku sambil tangannya sudah bergerilya mengusap-usap ******ku yang masih tertutup rapat oleh celana jeansku.
”Waduh.. bagaimana ini” pikirku dalam hati.
Pikiranku serasa buntu. Kupandangi wajah Lina yang kaku melihat polah tingkah Adek yang terus mencumbuku. Lina pun bangkit dari rebahannya sambil beringsut menjauh dari badanku. Tak sempat ku berkata lagi, Adek yang sudah birahi tinggi tanpa ampun menyerangku dengan ganasnya, dicumbunya seluruh wajah dan leherku, malah kini posisinya menaiki tubuhku dan berusaha membuka bajuku.
Aku yakin walau suasananya remang-remang, Lina pasti melihat jelas semua aktivitas kami, bahkan dengan kaos dan BH Adek yang sudah tersingkap keatas dan tanganku yang sedang meremas-remas susu Adek, sekarang jelas terpampang di depan mata Lina. Kepalang tanggung, segera saja kurengkuh tubuh kecil Adek dan kuhisap puting payudaranya yang kecil dan berwarna merah kecoklatan itu secara bergantian dengan posisi adek diatas tubuhku. Pentil itu tampak sudah tegak mengacung karena pemiliknya sudah dilanda nafsu birahi yang sangat tinggi.
”Ah.. ah.. Mas Son..” gumam Adek lirih.
”Enak Mas, terus.. jangan dijilat terus, tapi disedot.. aah..” lanjutnya.
Aktivitas ini kuteruskan dengan mengelus dan meraba pantat Adek yang sejajar dengan ******ku. Kuremas pantat Adek sambil menggesek-gesekan ******ku pada daerah kemaluan Adek yang masih terbungkus dengan celana jeans yang dikenakannya. Kujilati semua yang ada di dada Adek, bahkan kugigit kecil puting mancung itu yang membuat Adek melenguh panjang.
”Aaahh.. sshh..”
Aksiku ternyata membuat Adek blingsatan, dikulumnya bibirku dan diteruskan ke leherku sambil berusaha membuka semua bajuku, nampaknya Adek mau balas dendam melancarkan aksi yang sama dengan yang kulakukan tadi.
Benar saja, begitu bajuku terbuka semua, Adek segera menghisap putingku dan menggigit-gigit putingku dengan ganas. Kurasakan sensasi yang luar biasa yang membuat ******ku semakin tersiksa karena tidak bisa bangun terhalang oleh celana jeansku. Saat itu bisa kuperhatikan Lina di samping kiriku yang sedang menatap nanar aktivitas kami, kulihat tangan kanannya dijepitkan pada dua belah pahanya, entah sedang terangsang atau sedang kedinginan.
Tanpa kata, kuberanikan tangan kananku mengelus paha Lina sambil berusaha meraih tangan Lina. Lina hanya diam saja, bahkan semakin terpaku saat melihat aksi Adek yang terus mencumbu bagian bawah pusarku. Aku yang merasa sangat geli hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku ke kiri dan ke kanan.
”Aah.. Dek, jangan dijilat di daerah situ terus.. ge..li se..ka..li..” ujarku dengan nafas tersengal.
Tanpa sadar aku sudah meremas tangan Lina dan Linapun kurasa juga membalas remasan tanganku. Tapi kejadian demi kejadian berlangsung begitu cepat, Adek seolah sudah tidak peduli lagi, dia langsung membuka ikat pinggangku diteruskan dengan membuka resleting celana jeansku. Aku hanya bisa pasrah menerima nasibku saat itu, keperhatikan tingkah Adek sambil tanganku tetap memegang tangan Lina.
Saat resleting celanaku sudah terbuka, Adek meraih ******ku yang masih terbungkus celana dalamku, lalu dielusnya sebentar kemudian ditariknya sampai selutut celana jeansku berikut celana dalamku juga. Tanpa banyak kata, Adek hanya memperhatikan sebentar ******ku kemudian mencium dan menjilat permukaan ******ku.
”Aah..” aku hanya bisa mengeluarkan kata itu saat Adek mulai mengulum ******ku dan mengisapnya.
”Aargh .. Dek, enak sekali Dek” erangku.
”Gila nih anak, baru SMA sudah selihai ini, aku tak habis pikir” gumamku dalam hati.
Saat Adek masih asik berkaraoke dengan ******ku, kulihat sekilas ke Lina, ternyata dia sedang memperhatikanku dengan pandangan yang tidak kumengerti artinya. Kemudian seperti ada dorongan lain kutarik tangan Lina sehingga tubuhnya rebahan lagi disampingku.
”Lin, aku ingin cium bibir kamu” bisikku perlahan di telinga Lina.
Saat itu Lina diam saja sambil tetap menatapku. Kutarik wajahnya mendekat dengan wajahku dan segera kulumat bibir Lina yang mungil itu.
”Eemh ..” suara yang terdengar dari mulut Lina.
Tak ada perlawanan yang berarti dari Lina, Lina diam saja tak membalas ciumanku, entah karena pasrah atau tidak tahu caranya berciuman. Kurasakan getaran birahi yang luar biasa saat ******ku terus dipermainkan oleh Adek sementara konsentrasiku terarah pada Lina yang pasrah. Segera saja aku menciumi dada Lina yang masih terbungkus oleh bajunya sementara tanganku yang satu mengelus-elus selangkangan Lina.
”Aah.. ah..” Lina mulai bereaksi panas saat kusibak bajunya sehingga aku bisa menjilati permukaan susu yang masih tertutup oleh BHnya yang berwarna pink.
”Ya diajari tuh Lina, Mas Son.. sudah gede tapi belum bisa bercinta” kata Adek tiba-tiba.
Kaget juga aku mendengar teguran itu, kuperhatikan Adek tenyata dia sudah tidak menghisap ******ku lagi, tapi sedang membuka celana jeans lalu celana dalamnya sendiri.
”Adek masukkin ya Mas” kata Adek pelan tanpa menunggu persetujuanku sambil mengarahkan ******ku ke lubang kawinnya yang tampak olehku disuburi bebuluan jembut keriting.
Pelan tapi pasti Adek membimbing ******ku untuk masuk penuh ke dalam tempiknya. Kurasakan rasa hangat menjalar dari ******ku ke seluruh tubuhku. Tempik Adek yang sudah basah oleh lendir pelumasnya memudahkan ******ku masuk ke dalamnya.
”Ah.. burung Mas Son gede.. terasa penuh di tempik Adek” katanya mendesis sambil menggoyangkan pantatnya dan memompanya naik turun.
”Ah.. ash.. ah.. enak sekali Mas Son” kata Adek parau sambil mencumbu dadaku lagi.
Aku yang menerima perlakuan demikian tentu saja tidak terima, kuangkat badan Adek dan mendekatkan teteknya ke mulutku sambil terus memompa dari bawah mengimbangi goyangan Adek.
”Huuf.. uh..uh.. aah.. terus Mas” erang Adek memelas.
Kujilati terus dan mengisap puting Adek bergantian kiri dan kanan, sementara Adek menerima perlakuanku seperti kesetanan.
”Ayo Mas.. Son.. terus.. ayo .. teruuss.. Adek mau dapet ni..” katanya bernafsu.
Tak beberapa lama kemudian, dengan kasar Adek mencium dan mengulum bibirku.
”Eeemhp.. aaah..”
Dan kemudian Adek terkulai lemas di dadaku, sementara aku yang masih memompa dari bawah hanya didiamkan Adek tanpa perlawanan lagi.
”Aaa.. berhenti dulu Mas Son, istirahat sebentar, Adek sudah dapat Mas Son” kata Adek lirih mendekapku dengan posisinya masih di atasku dan ******ku masih di dalam liang senggamanyanya.
Kurasakan detak jantung Adek yang bergemuruh di dadaku dan nafasnya yang ngos-ngosan mengenai leherku.
”Makasih ya Mas Son, enak sekali rasanya” kata Adek pelan.
Aku yang belum mendapatkan orgasme, hanya bisa melirik ke arah Lina yang saat itu ada di sampingku, ternyata tangannya sedang meremas-remas teteknya sendiri dibalik BH berendanya yang sudah terbuka. Segera saja kutarik Lina mendekatiku dan menyuruhnya agar ia berposisi push up mendekatkan teteknya kemulutku.
”Aah .. Mas Son..” kata Lina pelan saat tetek kanannya kuhisap.
Saat itu Adek bangkit dari posisi semula dan mencabut tempiknya dari ******ku, kemudian berbaring di sisi kiriku sambil merapikan kaosnya. Aku yang kini leluasa berusaha bangkit sambil mencopot celana jeansku yang masih menempel di lututku. Kuterus meremas-remas tetek Lina sambil mengulum bibir Lina yang kini posisinya berbaring di bawahku. Berbeda dengan yang tadi, kini Lina mulai agresif membalas kulumanku bahkan bibirnya menjulur-julur minta diisap.
Kubimbing tangan Lina untuk memegang ******ku yang masih tegang dan basah karena cairan kawin dari tempik Adek. Semula seakan ragu, tapi kini Lina mengenggam erat ******ku dan seperti sudah alami Lina mengocok ******ku waktu lidahku bermain di bawah telinganya dan lehernya.
”Aah .. Mas Son.. geli ..” hanya itu komentar dari bibir Lina yang seksi itu.
Perlahan lidahku mulai bermain di seluruh dada Lina, dari leher sampai gundukan teteknya kujilati semua, dan kugigit kecil pentil susu Lina yang berwarna kemerahan dan sudah tampak tegang itu.
”Aargh.. aah ..” Lina mulai menggelinjang.
Lina diam saja waktu kubuka ikat pinggangnya dan kubuka kancing celana jeansnya. Kuperhatikan Lina masih memejamkan matanya dan melenguh terus saat kucumbu bagian pentilnya, sementara tangan kanannya tetap menggenggam erat ******ku, dan tangan kirinya menekan-nekan kepalaku, sesekali menjambak rambutku. Kemudian tanganku menelusup ke dalam balik celana dalam Lina waktu kancing celana jeans Lina sudah terbuka, kurasakan sambutan hangat bulu-bulu jembut yang masih jarang diatas tempiknya. Kuelus-elus sebentar permukaan liang kawinnya, lalu jari-jariku tak ketinggalan bermain menekan-nekan tempiknya yang sudah basah oleh lendir kawinnya.
”Ah.. Mas.. Son .. aah” suara Lina semakin terdengar parau.
Aku segera mengalihkan cumbuan ke daerah perut Lina dan menurun menuju tempiknya. Kubuka celana dalam berenda yang juga berwarna pink itu tanpa melihat reaksi Lina dan segera menciumi permukaan tempik Lina yang masih ditumbuhi bulu-bulu jembut halus yang jarang-jarang.
”Ah.. jangan Mas Son .. ah..” kata Lina mendesis.
Tentu saja kubiarkan sikap yang menolak tapi mau itu. Lidahku sudah mencapai permukaan tempiknya lalu kujilati yang segera membuatnya menggelinjang dan dengan mudah aku menurunkan celana jeansnya sampai sebatas pahanya. Kujilati terus tempik Lina sampai kedalam-dalam sehingga pertahanan Lina akhirnya jebol juga, pahanya semula yang mengapit kepalaku mulai mengendur dan mulai terbuka mengangkang, sehingga akupun leluasa mencopot seluruh celana jeans dan celana dalamnya.
”Aah .. argh ..” desis Lina pelan.
Posisiku saat itu dengan Lina seperti posisi 69, walau Lina tidak mengoral ******ku aku tidak peduli tetap menjilati tempiknya dengan ganas dan tanpa ampun.
”Aah.. Mas .. truss.. ahhh .. enaak.. Mas .. aah ..” teriak Lina tidak jelas, sampai akhirnya pahanya menjepit erat kepalaku dan ******ku terasa sakit digenggam erat oleh Lina.
”Aaah.. Mas ..” teriakan terakhir Lina bersamaan dengan sedikit cairan birahi yang menyemprot dari dalam tempiknya kedalam mulutku.
Rupanya Lina sudah mendapat orgasme pertamanya walau dengan lidahku.
”Aah.. enak sekali.. Mas Son .. sudah ya Mas Son..” kata Lina pelan sambil tergolek lemah dan pasrah.
Akupun menghentikan aktivitasku dan mengambil nafas dulu karena mulutku jadi pegal-pegal kelamaan asyik mengoral tempiknya. Aku berbaring di tengah dua cewek ini dengan posisi yang terbalik dengan mereka, kepalaku berada diantara kaki-kaki mereka.
Baru sebentar aku mengambil nafas, kurasakan ******ku sudah ada yang memegang lagi.
”Mas main sama Adek lagi ya? Adek jadi nafsu ngeliat Mas Son main sama Lina” kata Adek tiba-tiba yang sudah bangkit dan kini tangannya sedang memegang ******ku.
Aku tak sempat menjawab karena Adek sudah mengulum ******ku lagi, bahkan kini pantatnya beralih ke wajahku, menyorongkan tempiknya kemulutku untuk minta dioral juga seperti tadi aku dengan Lina. Posisiku dengan Adek kini 69 betulan tapi dengan posisiku yang di bawah. Kujilati tempik Adek dengan lidah yang menusuk-nusuk kedalamnya.
”Eeemph .. emmph ..” Adek tak bisa mendesah bebas karena mulutnya penuh dengan ******ku.
Lama kami bermain dengan posisi itu, sampai akhirnya kuhentikan karena aku tidak tahan dengan isapan Adek yang luar biasa itu dan kalau dibiarkan terus akibatnya ******ku bisa muntah-muntah di dalam mulut Adek. Aku bimbing agar Adek berbaring di samping Lina sedangkan aku di atasnya mulai mencumbu lagi dari teteknya dengan menggesek-gesekan ******ku ke permukaan tempiknya yang dipenuhi oleh bulu-bulu jembut yang berwarna hitam pekat itu. Adek seperti mengerti, kemudian membimbing ******ku untuk masuk ke dalam lubang kawinnya. Akupun bangkit sambil mengarahkan ******ku siap untuk menghujam lubang senggama Adek. Pelan tapi pasti kumasukan ******ku mulai dari kepala hingga semuanya masuk ke dalam tempiknya.
”Aaah .. Mas Son ..” desis Adek sambil menggoyang pantatnya.
Kurasakan seret sekali tempiknya, beda sekali dengan yang tadi gesekan itu terasa nikmat menjalar di setiap centi dari ******ku dengan sesekali terasa denyutan pelan dari liang kemaluannya.
”Mas yang keras dong goyangnya.. terasa sekali mentok” kata Adek sambil melingkarkan tangannya ke leherku.
Akupun jadi semangat memompa tubuh ranum yang mungil ini. Di udara dingin seperti ini terasa hangat tapi tidak berkeringat.
”Aah.. ah.. terus Mas .. terusss.. ah.. ah ..” lanjutnya keenakan.
Mungkin sekitar 5 menit aku menggoyang Adek, sampai kemudian aku tidak tahan melihat teteknya yang bergoyang indah dengan puting kecil menantang. Akupun mengulum puting Adek sambil meremas-remasnya dengan gemas, sementara pompaan ******ku telah diimbangi goyangan Adek yang bisa kupastikan goyangan ngebor ala Inul tidak ada apa-apanya.
”Ma.. Mas .. Adek mau dapet laggii.. bareeng yaa.. ah.. ah..” desis Adek histeris.
Aku jadi terangsang sekali mendengar lenguhan Adek yang merangsang itu, kuteruskan aksiku dengan menjilat dan mencium dada, ketiak, leher, telinga dan pipi Adek.
”Aaarg ..” erangnya keras.
Adek mengulum bibirku sambil memejamkan matanya. Nampaknya Adek telah mendapat orgasmenya yang kedua, sementara tubuhnya menegang sebentar dan kemudian melemas walau aku masih memompanya. Aku segera mencabut ******ku dan mengocoknya sebentar untuk menumpahkan pejuku ke perut Adek.
”Crut.. crut..”
Pejuku keluar banyak membasahi perut Adek dan mengenai teteknya.
”Aaah..” akupun melenguh puas saat hasratku telah tersalurkan.
Adek mengusap-usap pejuku di perutnya kemudian membersihkan dengan tisu yang diambil dari celananya, sedangkan Lina mendekat dan melihat aksi Adek, kemudian membantu membersihkan pejuku.
”Baunya seperti santan ya?” komentar Lina sambil mencium tisunya yang penuh dengan pejuku.
”Ya udah. Semua dibereskan dulu” kataku memberi perintah kepada dua cewek yang baru saja bermain cinta denganku ini.
”Kita istirahat dulu ya sambil tiduran, nanti kalo sudah nggak hujan kita putuskan mau turun ke bawah atau bermalam disini ya” lanjutku kemudia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar